MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL
(I Tessalonika 5:18)
Umumnya
manusia menyatakan dan menyambut dengan rasa senang untuk sesuatu yang
baik, yang menguntungkan, dan segala hal yang menyenangkan. Namum
mampukah orang mengucap syukur kalau yang tidak menyenangkan itu terjadi
dalam hidupnya? Paulus mengatakan kepada jemaat di Tesalonika untuk
mengucap syukur dalam segala hal. Mereka didorong untuk menghadapi dan
menerima segala sesuatu dengan rasa senang atau syukur. Alasan utamanya
adalah bahwa hal itu sangat dikehendaki Allah.
Dalam konteks situsi yang dialami jemaat Korintus dan Paulus pada saat
itu dan kebenaran dari tulisan-tulisan lain, mengucap syukur menyatakan
beberapa arti bagi manusia, khususnya bagi orang percaya.
1. Bersyukur untuk segala yang baik
Untuk hal-hal yang baik yang datang dalam hidup, kita menyampaikan rasa syukur:
a. Bersyukur artinya menyatakan bahwa apa yang kita terima bukan karena
kemampuan kita tetapi karena diberikan oleh Tuhan. Oleh karena itu
adalah perlu menyatakan dan penghargaan kepada sang pemberi.
Berdasarkan peristiwa pentahiran 10 orang kusta dalam Injil dapat
memberi gambaran kepada kita bahwa:
- Mayoritas manusia lupa menyatakan pengakuan dan penghargaan kepada Allah- Sangat sedikit orang yang kembali datang kepada Tuhan. Perbandingannya 9:
b. Bersyukur mengajarkan kepada manusia bahwa pusat segala sesuatu bukan
diri sendiri. Dengan kata lain, memberi syukur akan menghindari kita
dari sifat egoisme, yaitu hidup yang berpusat pada diri sendiri.
Bersyukur akan menolong kita memikirkan Tuhan dan sesama manusia.
c. Bersyukur mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan apa yang akan
diterima tetapi juga belajar untuk memberi. Jika prinsip ini
dikembangkan, maka akan terjadi keseimbangan dalam kehidupan. Dalam hal
ini, tidak hanya satu pihak yang menerima, sebaliknya semua pihak akan
menerima.
2. Bersyukur untuk segala yang buruk
Untuk segala yang burukpun, kita perlu untuk mengucap syukur, mengapa?
a.
Bersyukur untuk perkara yang buruk dapat mengubah duka menjadi suka.
Hal itu akan menolong kita membersihkan diri dari racun-racun kehidupan
seperti: kekhawatiran, ketakutan kemarahan, kepahitan dan lain-lain.
Dengan bersyukur membuat kita bergembira walaupun ada kesukaran,
kesulitan yang dihadapi. Firman Tuhan berkata, “hati yang gembira
adalah obat, tetapi hati yang patah mengeringkan tulang.” Dalam situasi
yang sulit seperti Paulus, saat dipenjara, mengubah rasa kecewa,
mengasihani diri, marah, menjadi sukacita, bahkan dapat menjadi alat
untuk menolong dan menghiburkan orang lain. Dengan sikap seperti ini
akan menutup kesempatan bagi iblis untuk merusak kehidupan kita.
b.
Bersyukur untuk perkara yang buruk akan menjadi pintu untuk membuka
perkara-perkara baik datang dalam kehidupan kita. Contoh kongkrit dari
hal ini adalah pengalaman pahit yang diterima oleh Ayub. Ia mengakui
bahwa Tuhan yang memberi dan Tuhan juga yang berhak yang mengambil. Ia
memuji Tuhan untuk segala yang buruk yang datang kepadanya. Dan sikap
itulah yang menjadi pintu yang membukakan masuknya berkat yang berlipat
kali ganda dalam hidupnya. Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah
payah tidak akan menambahinya. Sebaliknya, mereka terus marah, putus
asa, kecewa, dan dalam kepahitan yang tertutup bagi segala yang baik.
Bahkan keadaan yang buruk menjadi semakin buruk.
Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa.By: Rokafia Sitanggang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar